JPU Kejari Nganjuk Eksekusi Novi Rahman Hidhayat!
Nganjuknews.com – Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Nganjuk melakukan eksekusi terhadap Bupati nonaktif Nganjuk, Novi Rahman Hidhayat.
Novi merupakan terpidana dalam kasus tindak pidana korupsi terkait penerimaan dan pemberian uang dalam mutasi jabatan di lingkungan Pemkab Nganjuk tahun 2021.
Adapun eksekusi oleh Tim JPU Kejari Nganjuk tersebut berlangsung di Rumah Tahanan (Rutan) Klas IIB Nganjuk, Senin 6 Februari 2023 sekitar pukul 14.00 WIB.
Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Kejari Nganjuk, Dicky Andi Firmansyah mengatakan, eksekusi terhadap Novi ini berdasarkan surat perintah Kajari Nganjuk No: Print- 52/ M.5.31/ Fu.1/ 02/ 2023 tanggal 6 Februari 2023.
“Eksekusi ini melaksanakan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 6017 K/ Pid.Sus/ 2022 tanggal 8 November 2022, jo Putusan Pengadilan Tinggi Surabaya Nomor: 18/ PID.SUS-TPK/ 2022/ PT. SBY tanggal 20 April 2022,” kata Dicky.
Dicky menuturkan, putusan kasasi tersebut secara resmi diterima oleh Kejari Nganjuk melalui Pengadilan Negeri (PN) Nganjuk pada 3 Februari 2023.
“Dalam amar Putusan Mahkamah Agung, majelis hakim menolak permohonan kasasi dari pemohon kasasi I atau penuntut umum pada Kejaksaan Negeri Nganjuk, dan pemohon kasasi II atau terdakwa Novi Rahman Hidhayat,” ungkapnya.
Selanjutnya, kata Dicky, dalam amar putusannya majelis hakim membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya perkara pada tingkat kasasi sebesar Rp2.500.
Menurut Dicky, keluarnya putusan kasasi tersebutlah yang menjadi pedoman Kejari Nganjuk dalam melaksanakan eksekusi terhadap Novi.
“Sehingga Tim Jaksa Penuntut Umum melaksanakan eksekusi berdasarkan Putusan Pengadilan Tinggi Surabaya Nomor: 18/ PID.SUS-TPK/ 2022/ PT. SBY tanggal 20 April 2022,” papar Dicky.
“Di mana sebelumnya terpidana telah terbukti melanggar pasal 12 huruf e dan pasal 5 ayat (2) jo pasal 5 ayat (1) huruf a UU RI No 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” lanjutnya.
“Dan terpidana harus menjalani hukuman penjara pidana penjara selama empat tahun dan enam bulan, pidana denda sejumlah Rp200.000.000 dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan,” pungkas Dicky.