Kejari Nganjuk Gencarkan Sosialisasi Penyuluhan Hukum ‘Sae Pun Jangkep’ dan Restorative Justice di RSAL FM
Nganjuknews.com –
Kejaksaan Negeri (Kejari) Nganjuk melaksanakan kegiatan penyuluhan hukum dalam program
SAE PUN JANGKEP di Radio Suara Anjuk Ladang (RSAL) Nganjuk, Kamis 8 September
2022.
SAE PUN JANGKEP merupakan inovasi Kejari Nganjuk atas program
‘Jaksa Menyapa’. Adapun dalam penyuluhan hukum kali ini, Kejari Nganjuk mengangkat
tema Rumah Restorative Justice ‘Sasono Pangimbangan’.
Narasumber dalam penyuluhan hukum ini yakni Kepala
Seksi (Kasi) Intelijen Dicky Andi Firmansyah, Kasi Tindak Pidana Umum (Pidum) Roy
Ardiyan N C, dan Jaksa Fungsional Ratrieka Yuliana.
Dalam paparannya, Dicky menjelaskan bahwa SAE PUN
JANGKEP merupakan inovasi program Jaksa Menyapa yang dilakukan pihak Kejari
Nganjuk.
“Kegiatan Ini merupakan program dari pusat yaitu Jaksa
Menyapa, namun di daerah diberikan kewenangan untuk mengembangkan program
tersebut dengan menyisipkan sedikit tentang kearifan lokal setempat,” jelas Dicky.
“Di Kejaksaan Negeri Nganjuk sendiri program Jaksa
Menyapa diberi nama dengan SAE PUN JANGKEP, yang memiliki arti sarana ampuh
menyampaikan unek-unek anda pada Kejaksaan Negeri Nganjuk,” lanjut dia.
Untuk menyosialisasikan program ini, lanjut Dicky,
pihak Kejaksaan bekerja sama dengan Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik
Indonesia (LPP RRI), dan di Kabupaten Nganjuk bekerja sama dengan RSAL FM.
“Pada kesempatan ini kami akan menyampaikan terkait
Rumah Restorative Justice (RJ), di mana Rumah RJ sendiri di Kabupaten Nganjuk
sudah dua yaitu di Desa Grojokan Kecamatan Brebek dan Desa Dawuhan Kecamatan
Jatikalen,” tuturnya.
Adapun Rumah RJ yang didirikan Kejari Nganjuk diberi
nama ‘Sasono Pangimbangan’.
Diharapkan, Rumah RJ tersebut dapat memberikan manfaat
bagi masyarakat, dan dengan adanya program Rumah RJ ini para jaksa Kejari
Nganjuk dapat hadir di tengah-tengah masyarakat.
Sementara Kasi Pidum Kejari Nganjuk, Roy Ardiyan N C
menambahkan, restorative justice merupakan program dari Jaksa Agung RI.
“Di mana program ini untuk menyelesaikan penanganan
perkara masyarakat yang tidak harus sampai ke ranah pengadilan, yang dapat
diselesaikan secara musyawarah mufakat serta kekeluargaan, seperti halnya
perkara pencurian kakao,” jelas Roy.
Roy melanjutkan, dalam menerapkan restorative justice,
nantinya akan terlebih dahulu dilakukan ekspose ke Kejaksaan Tinggi dan
Kejaksaan Agung.
“Setelah dilakukan ekspose perkara tersebut, jika
sudah sesuai dan layak untuk di restorative justice dan sudah memenuhi syarat
dan telah diteliti oleh jaksa (maka restorative justice akan diproses),” ungkap
Roy.
Adapun sebuah perkara bisa diterapkan restorative
justice apabila memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1. Tersangka sebelumnya tidak pernah dihukum atau
dipidana
2. Ancaman pidana tidak lebih dari lima tahun
3. Kerugian korban tidak lebih dari Rp2.500.000
4. Harus ada perdamaian dari tersangka dan korban
(melalui mediasi)
Sementara di Kejari Nganjuk, kata Roy, dari lima perkara
yang diajukan ada tiga perkara yang dapat dilakukan restorative justice.
Masyarakat yang datang ke Rumah RJ pun tidak dipungut biaya apapun alias gratis.
Jaksa Fungsional Kejari Nganjuk, Ratrieka Yuliana melanjutkan,
penerapan hukum restorative justice sudah diatur dalam Undang-undang Kejaksaan.
“Restorative Justice ini mengingatkan kita, agar
masyarakat senantiasa untuk guyub rukun dan musyawarah mufakat dalam
menyelesaikan berbagai permasalahan, baik itu dalam ranah hukum maupun tidak,” papar
Ratri, sapaan Ratrieka Yuliana.
“Jadi tidak selamanya perkara hukum itu diselesaikan dengan persidangan, jika memang memungkinkan untuk dilakukannya jalan damai atau musyawarah yaitu melalui restorative justice ini,” lanjut Ratri.