Pertama Kali dalam Sejarah, Pemkab bersama Kotasejuk Peringati Hari Jadi ke-1085 Nganjuk dengan Manusuk Sima
Nganjuknews.com –
Peringatan hari jadi ke-1085 Nganjuk tahun ini berbada dari tahun-tahun
sebelumnya, yang mana Pemkab Nganjuk turut ambil bagian dalam prosesi budaya
Manusuk Sima.
Prosesi budaya Manusuk Sima ini berlangsung di Candi Lor,
Desa Candirejo, Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, Minggu
(10/4/2022).
Plt Bupati Nganjuk, Maehaen Djumadi menjelaskan, hari
jadi Nganjuk yang diperingati tiap tanggal 10 April bersumber pada Prasasti Anjuk
Ladang yang ditemukan di Candi Lor.
Pada Prasasti Anjuk Ladang tertera tanggal 10 April 937
masehi.
“Hari Jadi Nganjuk bersumber pada Prasasti Anjuk
Ladang 10 April 937 tahun yang lalu. Sedangkan boyong pemerintah Kabupaten
Berbek ke Kota Nganjuk bersumber pada SK Belanda tanggal 6 Juni 1880 yang lalu,”
kata Maehaen saat menghadiri prosesi budaya Manusuk Sima di Candi Lor, Minggu (10/4/2022).
“Sehingga mulai tahun ini tidak ada lagi istilah
boyong dalam peringatan hari jadi Nganjuk,” lanjut politikus PDI Perjuangan
itu.
Untuk diketahui, selama ini Pemkab Nganjuk memperingati
hari jadi Nganjuk dengan prosesi alegoris boyongan dari Berbek ke Kota Nganjuk.
Baru tahun ini Pemkab ambil bagian dalam prosesi budaya Manusuk Sima di Candi Lor.
Prosesi budaya Manusuk Sima sendiri merupakan upacara
penetapan sima yang pernah dilakukan rakyat kakatikan Anjuk Ladang pada 1085
tahun yang lalu.
Saat itu, rakyat Anjuk Ladang mengundang sejumlah
pejabat dari Kerajaan Medang, termasuk Raja Medang saat itu, Mpu Sindok.
“Mereka turut menjadi saksi prosesi penetapan sima
bersama kepala desa tetangga, dan rakyat Anjuk Ladang sendiri,” jelas Humas
Komunitas Pecinta Sejarah Nganjuk (Kotasejuk), Sukadi.
Adapun Prosesi budaya Manusuk Sima diawali dengan arak-arakan
menuju Bangsal Witana di Candi Sri Jayamerta atau Candi Lor. Arak-arakan ini menggambarkan
kebersamaan antara Raja Mpu Sindok, para pejabat kerajaan, dan rakyat Anjuk Ladang.
Upacara Manusuk Sima dimulai dengan menyembelih kepala
ayam beralaskan kulumpang, dan membantingkan telur pada batu sima, serta
menebar debu ke angkasa sambil mengucapkan kutukan.
“Maknanya adalah apapun yang sudah ditetapkan oleh
sang raja tidak dapat terulang kembali. Dan kepada siapa saja yang melanggar
sumpah yang telah ditetapkan, maka mereka akan mendapat karmanya,” beber Sukadi.
Ritual budaya ini diakhiri dengan makam dan minum. Warga
yang turut menjadi saksi Manusuk Sima bersenang-senang untuk merayakan
penerimaan hadiah tanah swatantra dari raja Mpu Sindok dengan berbagai hiburan.
“Dalam prasasti disebutkan makanan berupa nasi buceng yang dilengkapi dengan kulupan, yang seperti sekarang ini biasa dilakukan oleh masyarakat Nganjuk saat selamatan,” pungkas Sukadi.